Mengenal Floriografi : Berbahasa Lewat Bunga

Foto: Kompas.com/Roderick Adrian Moses

Balai kota Jakarta beberapa waktu lalu sempat dibanjiri kiriman karangan bunga dari masyarakat untuk gubernur dan wakil gubernur yang baru saja kalah dalam Pilkada. Banyak yang berdecak kagum dengan jumlah kiriman yang mencapai angka ribuan. Apalagi ucapan yang tertera sangat kreatif dan beragam. Meski demikian, tak sedikit pula yang mencibir aksi kirim-kirim bunga tersebut dengan berbagai alasan. Mulai dari “buang-buang uang”, hingga tuduhan pengerahan massa.

Hiruk pikuk ribuan bunga di Balai Kota tersebut membuat saya mendadak teringat sebuah istilah yang tanpa sengaja ditemukan ketika sedang riset untuk sebuah tulisan fiksi bertahun-tahun lalu : Floriografi.

Nah, apa itu Floriografi?

Floriografi –atau disebut juga bahasa bunga– adalah suatu bentuk komunikasi yang menggunakan bunga atau rangkaian bunga. Bahasa ini memungkinkan si pengirim atau pemberi bunga untuk mengungkapkan perasaan yang tak terucap oleh kata-kata. Berbeda dengan negara lain seperti Belanda, Inggris, atau Jepang yang sudah terbiasa berbahasa bunga, di Indonesia penggunaan floriografi ini sepertinya masih sangat terbatas. Masyarakat sepertinya baru familiar dengan mawar merah sebagai simbol romantisme dan krisan putih untuk simbol dukacita. Padahal, hampir setiap bunga punya makna sendiri (cek di sini)

Sejarah

Arti tertentu pada bunga sudah dikenal dalam peradaban manusia sejak ribuan tahun lalu. Namun penggunaan bahasa bunga ini menjadi sangat populer di Inggris dan Amerika Serikat pada zaman Ratu Victoria di abad 18. Masyarakat pada zaman itu kerap saling memberi karangan bunga kecil yang disebut Nusegays atau Tussie-Mussies. Lantaran karangan bunga ini juga bisa digunakan sebagai aksesori pakaian, banyak orang memanfaatkannya menjadi sarana komunikasi rahasia. Hal ini seiring dengan meningkatnya minat masyarakat setempat pada dunia botani di era tersebut.

Kendati demikian, seperti yang dirangkum dan diterjemahkan dari languageofflowers.com, penggunaan bahasa bunga di zaman Victoria sesungguhnya berasal dari Turki. Pada awal abad ke-17, pengembangan berbagai bentuk makna bunga dilakukan sebagai jalan bagi selir-selir wanita yang tidak dapat membaca dan menulis agar tetap bisa berkomunikasi satu sama lain.

Floriografi sendiri diperkenalkan ke Eropa pada tahun 1718 oleh istri duta besar Inggris untuk Konstantinopel, Lady Mary Wortley. Dalam sebuah surat, dia menuliskan tentang “Bahasa Rahasia Bunga” yang ditemukannya selama kunjungan di Turki.

Di tahun 1819, Louise Cortambert, di bawah nama pena Madame Charlotte de la Tour menulis dan menerbitkan kamus pertama bahasa bunga, Le Languagerders Fleurs. Segera saja kamus ini menjadi referensi populer, terutama di kalangan wanita Eropa pada masa itu dan terus berkembang sampai sekarang.

Bahasa yang Berbeda

Seperti halnya bahasa lain pada umumnya, floriografi rupanya punya banyak versi. Beda negara, bisa jadi beda pula pemahamannya akan bahasa bunga. Contohnya bunga mawar kuning. Negara-negara Barat memaknainya sebagai “persahabatan”. Namun di Jepang (di mana floriografi disebut dengan istilah “Hanakotoba”), mawar kuning mempunyai arti “kecemburuan”.

Tak hanya jenis bunga atau spesiesnya yang memiliki makna tersendiri, warna dan jumlah bunga yang dikirim juga bisa diartikan berbeda lho. Contoh, setangkai mawar merah berarti “cintaku hanya untukmu”, namun 144 mawar berarti “maukah kau menikah denganku”. Hmm, kalau belum paham ribet dan membingungkan, ya?

Meski demikian, untuk yang baru ingin memulai berbahasa bunga tak perlu risau. Walau tidak diakui secara resmi, Victorian flower language atau bahasa bunga Victoria dapat dijadikan rujukan secara umum. Popularitas menjadikannya sebagai bahasa bunga internasional. Nah, jadikan ini sebagai kamus.

Floriografi dalam Karya Fiksi

Sebagai penggemar karya fiksi, tak lengkap rasanya jika tak mengulas dari sudut ini. Banyak penulis menggunakan bahasa bunga dalam tulisan-tulisannya. Sebut saja William Shakespeare yang memakai lebih dari 100 kata “bunga” dalam karyanya. Ophelia, dalam Hamlet menyebutkan dan menjelaskan makna beberapa bunga seperti rosemary, daisy, dan violet.

J.K Rowling, penulis Harry Potter juga diduga kuat menggunakan floriografi lho. Pada salah satu adegan di buku Harry Potter dan Batu Bertuah, tepatnya dalam pelajaran ramuan pertama yang diikuti Harry, Snape bertanya, “Potter, apa yang kudapat jika aku menambahkan bubuk akar asphodel ke cairan wormwood?”

Kalimat tersebut terlihat biasa saja. Namun jika membuka kamus bahasa bunga Victoria, bunga asphodel –yang merupakan salah satu spesies bunga lily- mempunyai makna “my regrets follow you to the grave”.Sementara wormwood bermakna “absence”. Jika keduanya digabungkan, sepertinya Snape hanya ingin mengungkapkan rasa penyesalan dan bela sungkawa atas meninggalnya Lily, ibu Harry.

Well, meski hal ini masih berupa spekulasi para penggemarnya dan belum mendapat konfirmasi resmi dari J.K Rowling, namun sepertinya –bagi penulis pribadi sendiri–, terlalu menarik untuk diabaikan.

Penutup

Floriografi adalah bahasa simbol. Tak segalanya ungkapan perasaan di dunia ini perlu dan mampu disampaikan dengan kata-kata. Floriografi adalah bahasa estetika.Bahkan jika seseorang mendapat rangkaian bunga anyelir kuning (yang bermakna penolakan, kebencian dan kekecewaan), dia masih tetap bisa menikmati keindahan dari emosi negatif yang dikirimkan padanya.

Jadi, bagi yang mungkin masih belum mampu memahami kedalaman makna bahasa bunga, tidak perlu nyinyir atau menuduh yang bukan-bukan pada mereka yang mempraktikkannya. Kembali pada bunga-bunga di balai kota Jakarta, saya justru sangat salut pada mereka yang berinisiatif mengirimkannya pada Ahok dan Djarot. Pada bunga-bunga yang cuma bisa saya lihat fotonya, saya tak hanya bisa memahami rasa kecewa, kesedihan, tangis, luka, dan mungkin juga ketidak-relaan pengirim atas hasil pilkada, namun juga rasa terima kasih, penghormatan, dan tentu saja CINTA.

Melihat reaksi Ahok dan Djarot atas bunga-bunga tersebut, rasanya hanya ada satu kesimpulan : pesan dan perasaan sudah tersampaikan. Elegan. Tanpa perlu panas-panasan, tak perlu teriak-teriak di jalanan dan menimbulkan kemacetan (ups!)

**

Referensi:
Language Of Flowers
Wikipedia
All Florists
Toko Bunga Hias
Romantisnya Bermacam Bahasa Bunga Menurut Jepang dan Barat
The Heartbreaking Truth Behind Snapes First Words to Harry in Harry Potter

Tentang arako

Mantan kuli tinta | Freelance writer | mahasiswi | Animal lovers Living for Christ
Pos ini dipublikasikan di Lagi Waras dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar